Minggu, 04 April 2010

Meningkatkan Daya Beli Masyarakat Melalui Kredit Usaha Rakyat

TUGAS MAKALAH SOFTSKILL "NON AKADEMIS"




MENINGKATKAN DAYA BELI MASYARAKAT MELALUI KREDIT USAHA RAKYAT



SRI MARWATI
11108864
2KA21




UNIVERSITAS GUNADARMA KALIMALANG

JURUSAN SISTEM INFORMASI
2010






Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyusun makalah Softskill ini. Yang berjudul “KREDIT USAHA RAKYAT”

Pada hakikatnya penyusunan makalah ini bertujuan supaya mahasiswa dan mahasiswi dapat mengerti, memahami serta dapat menguasai dan memiliki keahlian yang maksimal dalam pengetahuan tentang softskill, baik yang akademis maupun yang non akademis karena dapat memotivasi dan memberikan semangat kepada mahasiwa dan mahasiswi itu sendiri. Serta lehih baik jika dipandu untuk mempraktekan komputer secara langsung.

Dan tak lupa kami sampaikan terima kasih kepada Bapak. Nurhadi selaku dosen pembimbing dan samua pihak yang telah membantu menyusu makalah ini.

Bekasi, April 2010

Penyusun

i



DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Pustaka

BAB I Pendahuluan KUR 1

1.1.Latar Belakang 1

1.2.Tujuan Penulisan 1

BAB II Pembahasan 2

2.1. Pengertian dan Tujuan 2

2.2. Intansi Pembina 2

2.3. Polemik Masyarakat di dalam KUR 4

2.4. Harapan Kedepan 6

BAB III Penutup 7

3.1 Kesimpulan 7

ii




BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang KREDIT USAHA RAKYAT (KUR)

KUR merupakan fasilitas pembiayaan yang dapat diakses oleh UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) dan koperasi terutama yang memiliki usaha yang layak namun belum bankable atau berkembang pesat. Maksudnya adalah usaha tersebut memiliki prospek bisnis yang baik dan memiliki kemampuan untuk mengembalikan. KUR mensyaratkan bahwa agunan pokok kredit adalah proyek yang dibiayai. Namun karena agunan tambahan yang dimiliki oleh UMKM-K pada umumnya kurang, maka sebagian di-cover dengan program penjaminan. Besarnya coverage penjaminan maksimal 70 % dari plafond kredit. Sumber dana KUR sepenuhnya berasal dari dana komersial Bank.

UMKM dan Koperasi yang diharapkan dapat mengakses KUR adalah yang bergerak di sektor usaha produktif antara lain: pertanian, perikanan dan kelautan, perindustrian, kehutanan dan jasa keuangan simpan pinjam. Penyaluran KUR dapat dilakukan langsung, maksudnya UMKM dan Koperasi dapat langsung mengakses KUR di Kantor Cabang atau Kantor Cabang Pembantu Bank Pelaksana. Untuk lebih mendekatkan pelayanan kepada usaha mikro, maka penyaluran KUR dapat juga dilakukan secara tidak langsung, maksudnya usaha mikro dapat mengakses KUR melalui Lembaga Keuangan Mikro dan KSP/USP Koperasi, atau melalui kegiatan linkage program lainnya yang bekerjasama dengan Bank Pelaksana.

1.2.Tujuan Penulisan

Dengan selesainya makalah ini, saya selaku penulis mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Sebagai penambah pengetahuan tentang KUR ( Kredit Usaha Rakyat ).

2. Agar mahasiswa/ mahasiswi dapat mengerti dan memahami adanya KUR didalam kehidupan masyarakat.

3. Mahasiswa dapat melaksanakan KUR untuk memiliki usaha sendiri dan dapat membuka lapangan pekerjaan.

4. Dapat melatih mahasiswa/ mahasiswi dalam melaksanakan tugas.

5. Meningkatkan motivasi dan kreatifitas dalam proses belajar maupun menyelesaikan tugas.

6. Serta dapat meningkatkan dan mempererat tali sirahturahmi antara mahasiswa dan mahasiswa serta mahasiswa dengan dosen.

1



BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian dan Tujuan Penyaluran Kredit Usaha Rakyat

Kredit Usaha Rakyat, yang selanjutnya disingkat KUR, adalah kredit/ pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil Menengah Koperasi (UMKM-K) dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif.

KUR adalah program yang dicanangkan oleh pemerintah namun sumber dananya berasal sepenuhnya dari dana bank. Pemerintah memberikan penjaminan terhadap resiko KUR sebesar 70% sementara sisanya sebesar 30% ditanggung oleh bank pelaksana. Penjaminan KUR diberikan dalam rangka meningkatkan akses UMKM-K pada sumber pembiayaan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional KUR disalurkan oleh 6 bank pelaksana yaitu Mandiri, BRI, BNI, Bukopin, BTN, dan Bank Syariah Mandiri (BSM).

Tujuan KUR adalah sebagai berikut :

a. untuk mempercepat pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM;

b. untuk meningkatkan akses pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi;

c. untuk penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja.

2.2. INSTANSI PEMBINA

  1. Kementerian Negara Koperasi dan UKM
  2. Kementerian Negara Koperasi dan UKM
  3. Departemen Pertanian
  4. Departemen Kelautan dan Perikanan
  5. Departemen Perindustrian
  6. Departemen Kehutanan
  7. Instansi terkait lainnya

2.2.1. KOORDINASI KEBIJAKAN

  1. Dalam rangka mengkoordinasikan program KUR, Pemerintah membentuk Komite Kebijakan.
  2. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bersama dengan instansi pembina meng-koordinasikan kebijakan penjaminan kredit.
  3. Hal-hal yang dikoordinasikan:

2



    • Penyiapan UMKM dan Koperasi sesuai dengan kewenangan instansi pembina.
    • Kebijakan dan priotas bidang usaha.
    • Pembinaan dan pendampingan UMKM dan Koperasi
    • Koordinasi penyaluran KUR dengan Perbankan dan Perusahaan Penjaminan
    • Sosialiasi program dan koordinasi dengan daerah
    • Kebijakan Penjaminan Kredit

2.2.2. BANK PELAKSANA KUR

  1. Bank BRI
  2. Bank Mandiri
  3. Bank BNI
  4. Bank BTN
  5. Bank Bukopin
  6. Bank Syariah Mandiri

2.2.3. PERUSAHAAN PENJAMIN

  1. Perum Sarana Pengembangan Usaha (Perum SPU)
  2. PT. Asuransi Kredit Indonesia (PT. Askrindo)

2.2.4. SKEMA KUR

  1. Secara umum Skema KUR yang telah disepakati Bank Pelaksana dengan Perusahaan Penjamin dan Permerintah sebagai berikut:
  2. Nilai Kredit maksimal Rp500 juta per debitur
  3. Bunga maksimal 16% per tahun (efektif)
  4. Pembagian resiko penjaminan: Perusahaan Penjaminan 70% dan Bank Pelaksana 30%.
  5. Penilaian Kelayakan terhadap usaha debitur sepenuhnya menjadi kewenangan Bank Pelaksana.
  6. UMKM dan Koperasi tidak dikenakan Imbal Jasa Penjaminan (IJP)

2.2.5. CARA MENGAKSES KUR

  1. UMKM dan Koperasi yang membutuhkan Kredit dapat menghubungi Kantor CabangjKantor Cabang Pembantu Bank Pelaksana terdekat.
  2. Memenuhi persyaratan dokumentasi sesuai dengan yang ditetapkan Bank Pelaksana.
  3. Mengajukan surat permohonan kredit/ pembiayaan
  4. Bank Pelaksana akan melakukan penilaian kelayakan 3
  5. Bank Pelaksana berwenang memberikan pesetujuan atau menolak permohonan kredit.

Kendala di Lapangan

Walaupun KUR telah berhasil memberikan akses pembiayaan yang lebih baik kepada UMKM-K, namun di masa mendatang akselerasinya masih perlu ditingkatkan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dievaluasi kendala penyaluran KUR selama ini. Dari inventarisasi di lapangan, beberapa kendala penyaluran KUR antara lain:

* Belum adanya pemahaman yang seragam terhadap skim KUR, baik oleh para petugas bank di lapangan maupun masyarakat, sehingga mungkin saja masih ada beberapa penyimpangan dan persepsi yang keliru tentang KUR, misalnya: tentang ketentuan agunan, persyaratan administrasi, sumber dana KUR, beroperasinya para calo KUR Mikro dsb.

* Pemenuhan tenaga pemasaran KUR tidak bisa dilakukan seketika oleh perbankan namun harus dilakukan secara bertahap. Hal ini terjadi karena pemberian KUR harus dilaksanakan sesuai prinsip kehati-hatian dalam perbankan sehingga diperlukan kompetensi tenaga kerja yang sesuai.

* Adanya perubahan kondisi makro-ekonomi, misalnya: kenaikan inflasi, kenaikan suku bunga, dll yang menyebabkan permintaan kredit menurun.

2.3. Polemik di Masyarakat soal KUR

Secara berurutan, harian Kompas (6 dan 7 Juni) memuat polemik tentang Kredit Usaha Rakyat (KUR), di mana para calon nasabah KUR mengeluh karena masih diminta agunan tambahan senilai 30% dari nilai kredit. Padahal sesuai kesepakatan antara pemerintah, perusahaan penjaminan kredit, dan perbankan dijelaskan bahwa nasabah KUR tidak perlu memberikan agunan tambahan. KUR adalah kredit sampai dengan Rp.500 juta yang diberikan oleh beberapa bank yang didukung dengan penjaminan kredit dari PT. Asuransi Kedit Indonesia (Askrindo) dan PT. Sarana Pengembangan

Usaha (SPU) sebesar 70% dari nilai kredit, khusus untuk UMKM-K (Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi) yang feasible namun belum bankable.

Jika ditelaah lebih lanjut, timbulnya polemik penyediaan nilai agunan sebesar 30 persen dari nilai kredit sebenarnya disebabkan adanya benturan kepentingan yang berbeda antara pemerintah, perusahaan penjaminan kredit, perbankan, dan debitor. Dari sisi pemerintah, tentu saja penyaluran KUR sebanyak mungkin adalah indikator kunci keberhasilan pemerintah. Dari sisi perusahan penjaminan kredit, penyaluran KUR yang maksimum akan dapat memberikan penerimaan premi penjaminan semakin

4

besar, juga jumlah Non Perfroming Loan (NPL) yang kecil (baca: klaim kredit macet kecil)

merupakan indikator kesuksesan program penjaminan. Bagi perbankan, penyaluran KUR yang besar dengan NPL rendah merupakan bisnis yang menguntungkan. Sedangkan dari sisi debitor, memperoleh kredit dengan mudah dan (kalau perlu) tanpa agunan adalah impian para UMKM-K.

Pertanyaannya, apakah program KUR ini telah dapat mempertemukan kepentingan yang berbeda tersebut. Pemerintah telah memberikan jaminan melalui perusahaan penjaminan 70% dengan harapan perbankan akan lebih berani menyalurkan pinjaman. Namun demikian, jika tujuan pemerintah hanya pada besarnya nilai penyaluran kredit, maka seharusnya nilai penjaminan tidak hanya 70% namun 100%, sehingga tidak ada alasan lagi bagi perbankan untuk menolak permintaan kredit yang diajukan oleh UMKM-K walaupun tanpa adanya agunan tambahan. Jika ini yang dilakukan pemerintah maka UMKM-K dan perbankan akan sangat diuntungkan, namun hal ini akan menimbulkan moral hazard bagi mereka. Bagi perbankan, karena tidak ada risiko maka mereka akan dengan mudah untuk memberikan kredit tanpa adanya pertimbangan yang matang. Sedangkan bagi debitor, karena tidak ada agunan yang diserahkan kepada bank, maka tidak ada risiko jika mereka tidak membayar kewajiban kepada bank. Kalau ini terjadi maka yang akan menderita kerugian adalah perusahan

penjaminan karena mereka akan menanggung risiko klaim yang tinggi. Kondisi semacam ini pernah terjadi di era tahun 90-an yang akhirnya menimbulkan kredit macet yang sangat besar di perbankan.

Rasio penjaminan kredit sebesar 70% adalah jalan tengah untuk menyatukan kepentingan semua pihak. Namun demikian, dengan risiko yang ditanggung perbankan masih sebesar 30%, bank wajib untuk memitigasinya. Salah satu cara mitigasi risiko adalah dengan meminta agunan tambahan sebesar 30% dari nilai kredit, khususnya untuk KUR yang mendekati nilai Rp.500 juta. Agunan tambahan ini bukan dimaksudkan untuk mempersulit proses kredit, namun semata-mata untuk menemukan jalan keluar bagi bank agar tetap dapat membiayai UMKM-K. Apabila menurut analisis, ternyata bank belum yakin dengan kemampuan dan keseriusan debitor untuk mengembalikan kredit, khususnya terkait dengan karakter debitor, maka bank memerlukan semacam komitmendari calon debitor dalam bentuk agunan tambahan. Sebaliknya, apabila bank telah yakin bahwa debitor akan mampu dan serius dalam mengembalikan kreditnya, maka pada umumnya bank tidak ada akan meminta agunan tambahan. Perlu menjadi pemahaman kita bersama bahwa apabila pemberian sebuah kredit menjadi macet, maka tanggung jawab sepenuhnya kembali kepada petugas bank, tentunya setelah mempertimbangan berbagai prosedur dan ketentuan yang berlaku.

Dari uraian tersebut adalah hal yang logis apabila perbankan terpaksa meminta agunan tambahan senilai 30% dari nilai kredit kepada calon nasabah KUR dengan jumlah 5

mendekati Rp.500 juta, karena tindakan bank ini sebenarnya untuk menyelamatkan kepentingan semua pihak. Dengan kebijakan tersebut, akhirnya perbankan masih dapat menyalurkan KUR. Kondisi seperti ini jauh lebih baik daripada perbankan tidak jadi menyalurkan KUR kepada UMKM-K karena adanya ketidakyakinan bank terhadap UMKM-K. Dengan melihat jumlah KUR per akhir Mei 2008 yang telah mencapai Rp.6,8 triliun dengan 673 ribu orang, atau rata-rata pinjaman per nasabah

8

sebesar Rp.10,2 juta, maka ini adalah prestasi yang sangat baik di tengah masih terjadinya polemik soal agunan tambahan

Sebagai catatan akhir, kasus yang terjadi di lapangan di mana petugas bank terpaksa meminta agunan senilai 30% dari kredit yang diminta calon debitor KUR menurut hemat saya masih dapat ditolerir daripada bank tersebut tidak jadi menyalurkan KUR karena tidak yakin dengan kondisi dan keseriusan debitor. Kalau KUR tidak tersalur, pihak yang akan kehilangan kesempatan adalah UMKM-K juga, karena akhirnya mereka harus bersaing dengan calon debitor lain yang mungkin lebih menarik bagi perbankan untuk membiayai. Sambil melihat perkembangan, lebih bijaksana apabila kita berikan kesempatan kepada perbankan untuk melakukan interaksi dengan UMKM-K calon penerima KUR dengan jumlah mendekati Rp.500 juta, khususnya di area 30 persen risiko dalam rangka mencari solusi terbaik untuk semua pihak.

2.4. Harapan ke Depan

Dengan mengetahui berbagai kendala penyaluran KUR, maka perlu disusun strategi ke depan agar penyaluran KUR lebih meningkat. Beberapa strategi yang akan dilakukan perbankan untuk mempercepat penyaluran KUR antara lain:

* Melanjutkan sosialisasi bersama, dengan koordinasi oleh Sekretaris Wakil Presiden (Setwapres) dan Menko Perekonomian,

* Melakukan evaluasi dan monitoring bersama Komite Kebijakan dan Departemen terkait setiap bulan,

* Meningkatkan linkage program dalam rangka percepatan penyaluran KUR, khususnya untuk KUR dibawah Rp5 juta,

* Pengembangan produk KUR, dengan fitur asuransi jiwa dan kesehatan,

* Dilakukan keseragaman dalam penyaluran program kredit baik yang melalui PKBL maupun kredit program lainnya.

* Menindaklanjuti program-program dari Departemen terkait anggota Komite Kebijakan,

* Lebih fokus mengarah pada sektor pertanian dalam arti luas.

6




BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Pentingnya KUR dalam mendorong kesejahteraan masyarakat membutuhkan peran berbagai pihak untuk menyelesaikan kendala-kendala yang dihadapi baik perbankan maupun UMKM. Diharapkan adanya ketentuan yang memperlonggar kebijakan perkreditan dalam penyaluran KUR mengingat KUR merupakan program sosial yang masih bersifat komersil. Disamping upaya-upaya mendorong UMKM agar lebih profesional sehingga menjadi calon debitur yang prima dengan prospek usaha yang baik harus terus dilakukan. Diharapkan dengan adanya level enchanment di kedua sisi ini akan mendorong pencapaian KUR kesasaran yang ditujukan yaitu pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja.

Berdasarkan penjelasan yang terkait, KUR (Kredit Usaha Rakyat ) merupakan suatu fasilitas yang dapat membantu UMKM ( Usaha Mikro Kecil Menengah ) hampir semua bidang. Contoh yang bergerak di sektor usaha produktif antara lain: pertanian, perikanan dan kelautan, perindustrian, kehutanan dan jasa keuangan simpan pinjam. Kredit Usaha Rakyat ini dapat meningkatkan daya kreativitas dan motivasi masyarakat dalam kegiatan menjalankan suatu usaha. menanggulangi adanya kemiskinan dan memperluas lapangan pekerjaan Serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat didalam kehidupan sehari-hari maupun yang akan datang. Karena Kredit Usaha Rakyat adalah salah satu fasilitas yang dapat dijangkau oleh semua masyarakat khususnya masyarakat menengah kebawah.

7



DAFTAR PUSTAKA

1. Deputi Bidang Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha, 2007. “SKEMA PENYALURAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR)”. Jakarta: Deputi Pengembangan dan Rekontruksi..

2. Djoko Retnadi , 2008. “ KREDIT USAHA RAKYAT (KUR), HARAPAN DAN TANTANGAN”. Jakarta: Ekonomic Review.

3. Harian Seputar Indonesia.

4. Serba- serbi Kredit Usaha Rakyat, Jakarta: Bank Indonesia.

1 komentar:

  1. Apakah Anda dalam kesulitan keuangan? Apakah Anda perlu
    pinjaman untuk memulai bisnis atau untuk membayar tagihan Anda?
    Kami memberikan pinjaman kepada orang yang membutuhkan bantuan dan kami memberikan pinjaman kepada perusahaan lokal, internasional dan juga pada tingkat bunga yang sangat rendah dari 2%.
    Terapkan Sekarang Via Email: kellywoodloanfirm@gmail.com
    Terima kasih
    Terima kasih dan Tuhan memberkati
    Ibu Kelly

    BalasHapus